Pencantuman HAM pada pembentukan UUD 45
Hak Asasi Manusia(HAM) mendapat tempatnya sendiri dalam UUD 45, pada saat pembuatan UUD 45 saat sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 ada perdebatan antara apakah pasal-pasal tentang HAM perlu dimasukan atau tidak dalam konstitusi negara yang akan lahir nanti. Ada 2 kubu yang memimpin perdebatan yaitu kubu Soekarno-Soepomo dan kubu Hatta-Yamin. Kubu Soekarno-Soepomo mengatakan tidaklah perlu mencantumkan HAM karena HAM pada dasarnya merupakan hak Individu, dengan mencantumkan hak2 Individu berarti bangsa Indonesia mengakui kedaulatan Individu. Padahal bangsa Indonesia telah sepakat bahwa bangsa yang akan terbentuk nanti akan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat bukan kedaulatan Individu. Hak2 Individu dipandang negatif karena menjadi penyebab munculnya sikap Individualisme seperti yang dikenal oleh bangsa barat, Individualisme adalah suatu sikap yang bertentangan dengan karakter bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan menurut kubu Hatta-Yamin mengatakan perlu dicantumkan HAM pada konstitusi karena Kerakyatan sama dengan kedaulatan rakyat, yang berbeda dengan kedaulatan Individu yang diakui oleh negara barat. Ham di negara barat hanya terbatas pada bidang politik sedangkan di Indonesia mencakup bidang politik, sosial dan Ekonomi, masyarakat Indonesia tidak bersikap Individualisme tetapi bersifat kolektif, dengan demikian HAM perlu dicantumkan dalamkonstitusi negara untuk mencegah negara Indonesia menjadi Maachstaat(negara kekuasaan yg otoriter). Dengan mencantumkan HAM justru akan menjadi patokan dasar bagi pembentukan hukum dan undang2 yg lebih rendah yang dapat mengatur dan membatasi kekuasaan, sehingga Indonesia dapat menjadi Rechtstaat bukan Maachstaat. Akhirnya pandangan Hatta-Yamin berhasil meyakinkan para hadirin sidang BPUPKI, sehingga HAM dicantumkan dalam UUD 45 sebagai konstitusi dasar negara.
0 komentar:
Posting Komentar